Buya Syafi'i Ma'arif. Image: google |
Buya Syafii mengaku telah membaca secara utuh pernyataan Ahok Kepulauan Seribu. Namun, aa mengaku tidak sempat mengikuti pendapat dan pernyataan sikap MUI yang telah dibacakan dengan penuh emosi saat diundang salah satu televisi nasional dan baru belakangan baru membaca pernyataan sikap MUI melalui internet.
"Dalam fatwa itu jelas dituduhkan bahwa Ahok telah menghina Alquran dan menghina ulama, sehingga harus diproses secara hukum," ujarnya dilansir BeritaSatu, Minggu, (06/11/2016)
Beredar Twit Akun Tofalemon dan Fahira Idris |
Lantaran sikapnya itu, banyak sekali orang yang secara membabi buta menyerang pribadi beliau. Perbedaan pendapat kemudian mengarah pada 'pelecehan pada Buya Syafi'i. Pro dan kontra terjadi, sosok Buya, dibully sebegitu rupa kemudian membuat politisi Indra J. Piliang buka suara. Begini kutipan 'pembelaan' Indra J. Piliang pada Buya Syafi'i Ma'arif melalui kultwitnya:
Sedih saya melihat Buya Sjafii Maarif diberlakukan seperti ini. Beliau setahu saya orang yang tidak gila kuasa. Ditawari macam-macam, beliau tak mau. Keberpihakan Buya Sjafii Maarif terhadap pluralisme adalah bagian dari sejarah hidupnya. Ia sejak kecil tinggal dengan ibunya, hidup bersama eteknya (bahasa Minang, tante).
Sampai Buya Sjafii Maarif jadi tokoh nasional, kampungnya pun belum dialiri listrik. Hampir sama dengan kampung masa kecil saya, listrik (baru) ada tahun 2002. Buya Sjafii Maarif terlambat masuk bangku kuliah, terlambat jadi Sarjana Muda, dll, karena membanting tulang sebagai anak rantau. Ia (bekerja sebagai) mekanik juga.
Riwayat hidup Buya Sjafii Maarif tidak dibentuk lewat perkoncoan, percaloan, apalagi perbualan politik. Ia andalkan delapan kerat tulangnya. Buya Sjafii Maarif tidak menghamba kepada konglomerat manapun. Ia lebih senang hidup sebagai seorang guru, seorang pendidik, seorang pecinta ilmu.
Apa setelah jadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Sjafii Maarif lantas pindah jadi warga DKI Jakarta? Apa terompahnya sering terlihat di pintu Istana?
Kesederhanaan Buya Sjafii Maarif ini mirip dengan almarhum Ketua Umum DPP Partai Gerindra (Suhardi) yang rumahnya pun tiris itu. Kesederhanaan angkringan ala Yogya.
Apa Buya Sjafii Maarif punya rumah di area-area elit Jakarta? Apa Buya punya istri simpanan? Apa Buya naik mobil-mobil mewah? Apa tubuhnya penuh lemak?
Meme-meme yang dibuat untuk Buya Sjafii Maarif menurut saya sangat tidak pantas, tidak etis. Amoral! Meme-meme itu seperti serangan kaum thogut kepada orang-orang yang berprinsip.
Sudah berapa ratus anak-anak muda negeri ini yang dapat beasiswa atas tandatangan dan rekomendasi Buya Sjafii Maarif? Apa ia sosok orang loba dan tamak?
Taburangsang juga saya dengan cara-cara buruk dan jauh lebih busuk dari berjenis serangan terhadap Buya Sjafii Maarif. Mau saja diadu domba orang-orang tak berakal-budi! Buya Sjafii Maarif hanya memberikan pendapatnya. Ia juga bukan tipikal saksi-saksi ahli yang dibayar ratusan juta di muka sidang-sidang sengketa pilkada!
Apa Buya Sjafii Maarif pernah terlihat kongkow-kongkow di hotel-hotel mewah, dikawal orang-orang bersafari dan perempuan-perempuan berparfum menyengat hidung, bermewah-mewah?
Apa Buya Sjafii Maarif pernah terbaca muncul dalam iklan-iklan untuk bepergian ke tanah suci; dg biaya mahal, kursi eksekutif, hotel bintang lima?
Apa kaki Buya Sjafii Maarif terlihat jarang menyentuh tanah, dikawal dari satu forum ke forum lain, naik helikopter, dengan manajemen eksekutif?
Apa Buya Sjafii Maarif pernah terdengar menentukan tarifnya, ketika diundang ceramah agama atau ilmu pengetahuan, di suatu tempat?
Apa Buya Sjafii Maarif dengan mudah menyimpan nomor-nomor telepon para pejabat pusat dan daerah, lalu dengan mudah juga memenuhi undangan-undangan yang bukan tabligh ilmu?
Sejak kapan berbeda pendapat adalah bagian dari upaya membunuh karakter seseorang, menyatakan kebencian, hingga menghina seseorang di negeri ini?
Tirulah sikap Buya HAMKA yang sengit berdebat dengan Mangaradja Onggang Parlindungan tentang Tuanku Rao. Walau keduanya perang opini, mereka satu shaf! Buya HAMKA dan Mangaradja Onggang Parlindungan yang 'perang' dengan menulis buku tentang Tuanku Rao itu, sering terlihat sholat berdua di Masjid Al Azhar.
Tirulah Buya M Natsir (Masyumi) dan IJ Kasimo (Partai Katolik) yang saling mengantar pulang, saling menggendong cucu, setelah debat di Konstituante.
Apa debat yang paling hebat pascakemerdekaan, selain soal azas negara Indonesia? Apa tokoh-tokohnya saling menghasut setelah debat seru di mimbar? Singa-singa podium yang muncul dalam sidang-sidang Dewan Konstituante itu apa saling menebar isu insuniatif tentang lawan-lawan debat yang berbeda dengannya?
Jika almarhum Buya HAMKA masih hidup, saya yakin beliau akan sangat resah dengan cara-cara tidak beradab yang digerakkan untuk memusuhi Buya Sjafii Maarif.
Buya Sjafii Maarif tidak punya laskar, tidak punya pasukan berani mati, tidak punya pengawal bersenjata. Ia tak akan membalas cacian orang-orang. Buya Sjafii Maarif tidak akan taburangsang, reaktif, dengan langsung melaporkan pihak-pihak yang membuat hinaan-hinaan yang disebarkan jadi viral di media sosial.
Berkacalah di cermin, lalu lihat wajah Anda sendiri, sebelum dengan mudah memberi sinyal ke publik betapa Anda lebih baik dari Buya Sjafii Maarif.
(Beritasatu/Kay)
previous article
Newer Post
No comments
Post a Comment