ENEWS.ID - Debat kandidat Cagub-Cawagub yang kedua untuk Pilkada DKI Jakarta sudah kita saksikan bersama, banyak pengamat mengatakan bahwa apabila dibandingkan dengan debat sebelumnya maka terjadi peningkatan performa dari masing-masing pasangan calon.
Dalam kesempatan ini saya ingin menyoroti khusus untuk AHY yang penampilannya pada debat ini bisa dikatakan cukup lebih baik dibandingkan debat sebelumnya. Setidaknya cara penyampaiannya sudah mulai teratur dan tidak terburu-buru seperti debat sebelumnya. Tentu hal ini tidak lepas dari peran serta SBY dan Rocky Gerung sebagai tutor spesialnya. Tetapi dalam gaya penyampaiannya terlihat masih belum terlalu signifikan perubahannya, hal ini dapat dilihat pada saat menyampaikan pernyataannya masih memberikan ekspresi senyuman yang dipaksakan dan tatapan mata kosong yang menandakan bahwa argumen-argumen yang diutarakan masih ada unsur hafalan.
Berbeda dengan Ahok dan Anies yang memang jauh lebih berpengalaman dalam dunia politik dan juga penguasaan audiensi penonton baik yang menonton secara langsung maupun penonton tidak langsung dimanapun mereka berada.
Kalau kita saksikan pada debat kali ini sepertinya terlihat adanya kolaborasi antara pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi yang ujung-ujungnya menyerang pada pasangan petahana Ahok-Djarot. Yah itu sih sah-sah saja, tinggal masyarakat yang menilai mengenai program-program yang mereka ajukan apakah dapat disosialisasikan, diaplikasikan dan diimplementasikan apabila mereka nantinya terpilih memimpin DKI Jakarta untuk periode tahun 2017-2022. Hal yang tidak mudah apabila melihat kondisi DKI Jakarta yang sebelum pemerintahan Jokowi-Ahok dan dilanjutkan oleh Ahok- Djarot terkesan tidak maksimal dan masih banyak kekurangan sehubungan dengan UU dan peraturan-peraturan yang saling bertabrakan antara Pemda DKI jakarta dengan Pemerintah Pusat.
Masuk dalam sesi debat, saya melihat argumen AHY pada segmen tentang birokrasi terkesan membuat blunder yang bukan menyerang Cagub-Cawagub petahana Ahok-Djarot tetapi malah menyerang SBY. Pernyataan yang mana ya???
Dalam segmen kedua AHY menanggapi pernyataan dari Ahok sebelumnya sebagai berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=AwyTJBp0Ivc
pernyataan AHY mulai menit 17:55 pada video di atas
“Tadi kita dengarkan klaim dari Bapak Basuki, bahwa Jakarta semuanya besih karena birokrasinya sudah baik. Tentu kita akui ada beberapa yang sudah bersih, tetapi pengalaman saya dan Mpok Sylvi bergerilya ke lapangan tiga bulan terakhir ini membuktikan bahwa banyak hal yang tidak terungkap selama ini kepada publik. Banyak sekali daerah yang masih sangat kotor masih sangat menyedihkan kondisinya. Jadi, saya menduga justru karena birokrasi yang dibangun selama ini penuh dengan rasa takut, diancam kamu dimutasi, dipindahkan, dipenjarakan dipamerkan ke dapan publik, harga dirinya dihancurkan, padahal dia punya keluarga, punya teman, punya kerabat tapi tidak dipedulikan itu semua karena alasannya ingin meningkatkan kinerja birokrat. Bagi saya itu bukanlah sesuatu yang konstruktif, justru sebaliknya…itu pula yang menurut saya menjelaskan mengapa rapornya merah. Angka atau ranking kinerja aparatur sipil negara di DKI Jakarta nomor enam belas dari tiga puluh empat propinsi di bawah NTT. Mengapa? Padahal anggarannya begitu besar. Mengapa? Padahal segalanya ada di Jakarta. Menurut saya ini ada kaitannya bahwa kepemimpinan dan manajemen yang selalu dilakukan dengan cara-cara tidak saja impulsive tapi juga repesif maka akan hanya mematikan kreativitas dan celakanya kalau anak buah kita, birokrat di bawah kita serba takut maka dia akan sangat mudah memberikan laporan-laporan yang bersifat ABS (Asal Bapak Suka). Ini bahaya, ini pula mungkin yang tidak dilaporkan selama ini kalau ada yang masih rusak, masih kotor tidak akan dilaporkan karena pasti takut. Bukannya diberikan arahan untuk bagaimana menyelesaikan masalah itu, dia takut akan dipecat. Oleh karena itu lebih baik tidak dilaporkan. Ini yang terjadi dan inilah masukan-masukan dari masyarakat langsung yang kami temui di lapangan. Jika kita punya waktu ke lapangan, tentu kita akan merasakan apa yang dirasakan masyarakat.”
Jujur saja pada saat saya menonton dan mendengarkan pernyataan ini saya langsung tertawa terbahak-bahak.
Bagaimana bisa AHY menyatakan bahwa birokrat di bawah tidak mau melaporkan karena takut dipecat sementara dalam kenyataanya pemerintahan Ahok-Djarot selama 2 tahun terakhir memimpin DKI Jakarta sudah menjalankan aplikasi Jakarta Smart City yang salah satunya adalah aplikasi pengaduan masyarakat yang dikenal dengan nama QLUE. Dengan QLUE ini PEMDA DKI Jakarta dapat mengetahui kondisi yang terjadi di lingkungan masyarakat berdasarkan partisipasi dari masyarakat dan bukan menunggu laporan dari birokrat. Jangankan untuk masalah sampah, masalah jalan berlubang, genangan air bahkan banjir sudah diaplikasikan dan diimplementasikan oleh Ahok-Djarot selama ini.
Sungguh aneh bin ajaib pernyataan AHY tersebut. Bicara panjang lebar seolah-olah sudah menguasai permasalahan yang sebenarnya dan bisa menyerang Ahok-Djarot tetapi acuan yang digunakan malah menjadi bahan cemoohan.
Mohon maaf pembaca ijinkan saya tertawa…hahahahahahahahahahaha
Sementara penjelasan AHY mengenai birokrat yang memberikan laporan-laporan ABS (Asal Bapak Suka) sepertinya malah menggambarkan kondisi pemerintahan SBY sang mantan pada saat memimpin negara ini sebelumnya dimana seolah-olah semua berjalan dengan baik dan laporan-laporan yang diterima dari bawah hanya diberikan yang baik-baik saja, dan untuk yang tidak baik ditutupi dengan sebaik-baiknya. Yang pastinya kondisi yang terjadi tersebut bukan karena takut akan dipecat tetapi yang penting tetap menurut dan hormat kepada pemimpin tertingginya.
Saya kok jadi berasumsi bahwa kondisi tersebut sepertinya sudah menjadi budaya pada saat pemerintahan sang mantan atau bahkan memang sengaja dikondisikan demikian. Hal ini terbukti dengan banyaknya temuan proyek-proyek yang mangkrak warisan dari sang mantan yang banyak terkuak belakangan ini, mulai dari proyek Hambalang, proyek pembangunan jalan dan juga proyek pembangkit tenaga listrik yang telah merugikan anggaran negara.
Apakah kondisi tersebut yang diutarakan oleh alam bawah sadar AHY yang secara langsung membongkar kebobrokan kondisi pemerintahan san mantan yang adalah tutor dan ayahnya sendiri?
Ijinkan saya tertawa sekali lagi…hahahahahahahahahahaha
Pak SBY dan Pak Rocky, saya sarankan mumpung masih ada kesempatan satu kali lagi pada debat terakhir mohon diberikan bimbingan dan arahan yang lebih baik untuk AHY ini karena masih banyak yang harus diperbaiki. Tetapi saya khawatir waktu dua minggu tidak cukup merubah AHY menjadi lebih baik lagi untuk bersaing dengan Anies, apalagi dengan Ahok.
Sungguh sangat disayangkan kalau anak didik anda si AHY malahan menjadi bahan bullying di masyarakat yang pada akhirnya membuat istrinya baperan lagi di media sosial.
Boleh saya tertawa lagi ya…hahahahahahahahahahaha
Kesimpulan saya sejujurnya AHY ini masih jauh level kelasnya dan belum pantas untuk menjadi Cagub DKI Jakarta. Kalau untuk menjadi Cagub saja belum pantas, apalagi menjadi Gubernur yang memimpin DKI Jakarta. Apalagi si Mpok Sylvi yang disinyalir tersangkut beberapa masalah korupsi, malahan secara terang-terangan pada debat ini mementingkan kolaborasi antara Pemda dan DPRD dalam pengelolaan anggaran. Suatu tanda tanya besar nantinya, anggaran tersebut akan sepenuhnya dinikmati oleh rakyat Jakarta atau malah hanya dinikmati oleh sebagian kelompok atau golongan saja.
Akhir kata, saya hanya menyarankan kepada semua warga Jakarta untuk menggunakan hak pilihnya pada saat Pilkada 15 Februari 2017 nanti. Mengenai pilihan saya kembalikan kepada penilaian masing-masing untuk memilih paslon yang terbaik dan jangan sampai menyesal apabila paslon yang dipilih nantinya terpilih memimpin DKI Jakarta hanya memberikan janji-janji surga tanpa ada realisasinya.
Salam Dua jari…Salam Dua Periode
Oleh: STEPHANUS
Editor: Max Wen
Sumber: Seword.com
Photo: Jawa Pos
previous article
Newer Post
No comments
Post a Comment