Presiden Jokowi saat Menerima Kunjungan Presiden Presiden Republik Arab Mesir Abdel Fattah Al Sisi. (5/9/2016) |
Informasi ini diungkapkan sumber di Kementerian Keuangan Mesir, yang enggan diungkapkan identitasnya, seperti dilansir laman Daily News Egypt, Minggu (13/11/2016).
Di sisi lain, di Indonesia pun belum ada pihak yang bisa dimintai konfirmasi terkait kabar ini.
Mantan Dekan Ilmu Ekonomi dan Politik di Universitas Kairo, Mesir, Alia El-Mahdy, menilai, kabar tersebut menunjukkan, Mesir mulai mengalihkan harapan soal bantuan keuangan dari negara-negara teluk.
Sebelum ini, Mesir telah menerima utang miliaran dollar AS dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Bahrain sejak 3 Juli 2013.
Menurut Alia, indikasi ini pun sekaligus bisa menunjukkan bahwa negara-negara Teluk tak lagi menyokong sisi finansial Mesir.
Tentu, kata perempuan itu, setiap uang memiliki konsekuensi berupa pembayaran kembali, tingkat bunga, ataupun klausul tertentu yang harus ditaati. Dia pun meyakini Mesir mengetahui hal tersebut.
Alia menyebut, hingga saat ini Arab Saudi adalah negara di kawasan Teluk yang memiliki kekuatan finansial paling besar.
Menurut dia, terlepas dari ketegangan antara Riyadh dan Kairo, negara-negara lain di Teluk memang bersimpati kepada Kerajaan Arab Saudi. Imbasnya, mereka pun berhenti memberi berbagai bentuk dukungan ke Mesir.
Di lain pihak, hubungan dengan Kuwait pun masih menghangat. Dukungan Mesir untuk menyokong resolusi Rusia di Dewan Keamanan PBB memicu perang dingin Arab Saudi dan Mesir.
Beberapa hari setelah rampungnya voting di DK PBB, perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, membekukan pasokan minyak ke Mesir.
Sebagai dampaknya, Menteri Pertambangan Mesir Tarek El Molla mengunjungi Iran pada 6 November lalu.
Molla mencoba menawarkan kesepakatan baru tentang minyak dengan Iran setelah pembatalan perjanjian dengan Arab Saudi yang terjadi bulan lalu tersebut.
Terkait pemungutan suara di DK PBB, Utusan Khusus Arab Saudi untuk PBB menyebut keputusan Mesir sangat menyakitkan.
Negosiator Arab Saudi yang berkedudukan di Washington, Salman Al-Ansari, juga mengecam keputusan Mesir itu.
Nah, terkait pengajuan pinjaman dari Indonesia, Alia mengatakan, Mesir sudah masuk dalam kondisi kritis dengan membengkaknya utang luar negeri.
Ia menggambarkan tingkat Mesir utang Mesir sebagai gelombang besar, yang kemungkinan tak dapat dilunasi.
Nilainya telah mencapai lebih dari 55 miliar dollar AS dan menjadi beban yang sangat berat bagi Mesir.
Alia pun meyakini negara-negara Teluk memiliki simpanan di the Central Bank of Egypt (CBE). Namun, tentu kini tak ada jaminan berapa lama negara-negara Teluk itu akan membiarkan dana mereka berada di bawah otoritas Mesir, dalam kondisi seperti saat ini.
Dia memandang, Pemerintah Mesir harus melihat bahwa mereka tidak memiliki sumber untuk mata uang asing dan harus berhenti melakukan pinjaman.
CBE harus membayar pinjaman sebesar tiga miliar dollar AS yang merupakan warisan pemerintahan Presiden Mohamed Morsi.
Alia menegaskan, kecuali tingkat PDB menunjukkan tingkat pertumbuhan ekstrem hingga 5-6 persen, sangat sulit bagi Mesir untuk membayar semua utangnya.
Sumber: Kompas.com
Editor: Kay
previous article
Newer Post
No comments
Post a Comment