Menunggu Realisasi 'Nasehat Emas' Patrialis Akbar untuk Hukum Berat dan Miskinkan Pelaku Korupsi |
Patrialis keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 00.45 dengan mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Patrialis sempat menjelaskan perihal kasusnya kepada awak media yang menunggu pemeriksaannya. Membantah terlibat suap, Patrialis justru merasa dizalimi.
"Saya ingin menyampaikan kepada yang mulia? Bapak Ketua MK, Bapak Wakil Ketua MK, dan para hakim MK yang saya muliakan, dan kepada seluruh rakyat Indonesia. Saya mengatakan, saya hari ini dizalimi, karena saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki," kata Patrialis sebelum menaiki mobil tahanan.
Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017). Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini ditangkap setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menemukan dugaan gratifikasi seks dalam kasus suap yang melibatkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Sebelumnya, Patrialis terjaring operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017).
"Tidak ada gratifikasi seks," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Syarif membenarkan bahwa saat ditangkap, Patrialis bersama seorang perempuan. Keduanya ditangkap saat berada di pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Namun, karena dinilai tidak terkait dengan dugaan tindak pidana dan tidak ada kepentingan untuk diumumkan, identitas perempuan tersebut tidak disebutkan dalam jumpa pers.
"Ini adalah kasus yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi, tidak ada hubungan dengan tindak pidana asusila," kata Syarif.
Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, pada 31 Oktober 1958 itu menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 2009 sampai 2011. Saat menjadi anggota kabinet pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, Patrialis beberapa kali mengungkapkan pendapatnya tentang wacana hukuman maksimal kepada koruptor.
Wartawan pernah menanyainya tentang hukuman mati bagi koruptor ketika dia usai rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, pada 6 April 2010. Dia mula-mula menjelaskan dasar hukuman pidana mati kepada koruptor sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Wacana Pemiskinan Para Koruptor |
Menurutnya, hukuman itu bisa diberlakukan, misal, ada pejabat penyelenggara negara yang korupsi saat masyarakat Indonesia sedang susah. "Orang lagi susah dia masih mengkorup uang negara. Itu boleh hukuman mati."
Dalam kesempatan lain, Patrialis menyatakan mendukung juga wacana dihukum berat dengan dimiskinkan. Alasannya, negara telah dirugikan dan harta atau kekayaan koruptor itu dihasilkan dari mencuri uang rakyat.
"Dia telah merugikan rakyat dan menikmati uang korupsinya, dia memupuk kekayaan dari korupsi," kata Patrialis di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, pada Jumat 9 April 2010. "Saya mendukung jika mereka dimiskinkan."
Patrialis menambah panjang daftar menteri era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tersandung masalah hukum, terutama kasus korupsi. Sedikitnya sudah enam mantan anggota kabinet Susilo Bambang Yudhoyono terjerat perkara korupsi. Sebagian di antara mereka sudah divonis penjara dan sebagian yang lain masih proses hukum.
Di antara menteri-menteri itu, ada yang menjabat dalam periode pertama pemerintahan SBY pada 2004-2009 dan periode kedua pada 2009-2014. Bahkan ada di antara mereka menjabat posisi menteri berbeda di masing-masing periode. (Kompas.com/Viva/Max Wen)
previous article
Newer Post
No comments
Post a Comment